Tadi malam ketika tengah asyik membuka software kantor yang terhubung dengan internet, tanpa sengaja saya mendengar lagu kisah kitab harianku. Lagu jadul memang. Penyanyinya pun sudah tidak muda lagi tetapi masih tetap cantik di usianya yang sekarang. Iya Paramitha Rusady, seorang artis senior yang dulu kala masih sekolah dasar,buku-buku tulis saya tidak jarang terpampang wajahnya.
Lagu dengan beat lembut berpadu dengan suara merdu penyanyinya memang pas mantap malam-malam begini. Namun bukan lagu tersebut yang menciptakan memori saya pulang ke jaman bocah dengan seragam merah putih. Tapi lirik demi lirik dalam lagu tersebut mengingatkan saya akan kelaziman masa kecil yang berlanjut sampai masa remaja di SMP dan SMA dimana saya tidak jarang menyebutkan pekerjaan sehari-hari dalam suatu buku. Termasuk bila saya menyenangi seseorang...wkwk
Lembar demi eksemplar kutuliskan
Dalam kitab harianku ini
Berjuta memori tercipta indah
Yang tak barangkali ku lupa....
Seingat saya, sejak ruang belajar dua sekolah dasar, saya telah suka menggores-goreskan pena. Apa aja ditulis. Mulai dari lirik lagu --lagu dewasa yang ngehits pada jaman tersebut di pertengahan 80 an laksana hati yang luka yang dinyanyikan Betharia Sonata, Kisah Kasih di sekolahnya Obbie Messak hingga lagu --lagu barat yang tidak jarang diputar di radio RRI dan swasta semacam Boulevardnya Dan Byrd, Nikitanya Elton John sampai lagu bernuansa disco Just For You yang dipopulerkan grup musik Spargo asal Belanda.
Orang tua saya memang menyenangi musik,baik musik indo maupun musik barat. Sebatas pendengar. Diluar itu, pun musik rohani. Jadi bila ada lagu populer baik lokal atau mancanegara yang diputar di siaran RRI atau atau TVRI, diluar dari koleksi kaset orang rumah, seringkali saya bakal menelepon penyiar radionya dengan telepon lokasi tinggal atau sesekali datang ke kantor RRI di Jayapura, yang jaraknya tidak hingga dua kilo dari rumah.
"Om lagu yang diputar kemarin,judul apa ya?" begitu seringkali saya bertanya sama penyiar
Lalu Om atau Tanta Penyiar (di Papua tante seringkali dipanggil Tanta) memberi tahu judulnya dan mengindikasikan sampul kasetnya. Saya kemudian menyebutkan lirik-lirik lagunya dalam kitab harian. Bila nanti saya mendengar lagu itu di putar pada ketika saya dirumah atau di taksi waktu kembali sekolah, saya membuka kitab catatan tersebut dan ikut berdendang dengan lirik --lirik yang telah saya tulis.
Di Papua, taksi ialah sebutan guna angkutan tarnsportasi dalam kota dimana sang sopir dan kondektur seringkali akan memutar lagu-lagu hits pada jaman tersebut selama dalam perjalanan, baik lagu indo maupun lagu barat. Hehe...lucu ya bila diingat
Selain kitab kecil harian saya tersebut berisikan daftar lagu, terdapat juga daftar rumus-rumus matematika dan mata latihan IPA lainnya , tergolong bahasa inggris (grammar+kosakata). Sengaja saya tulis di situ, biar kemana-mana dapat dibawa, dimulai dan dibaca. Didalamnya pun ada potret foto atlit sepakbola familiar pada jaman itu, laksana Maradona, Ruud Gulit dan pemain-pemain sepakbola Indonesia laksana Robby Darwis dan pemain-pemain dari klub Persipura.
Saya pun suka voli, jadi sejumlah atlit voli Indonesia pada era delapan puluhan laksana Dennis Taroreh, Loudry Maspaitella pun saya klipping dan masukkan dalam kitab harian itu. Disisip --sisipin, dilipat....hehe. Berharap sebuah saat dapat jadi pemain voli laksana mereka..hehe. Sayang, tinggi badan ngga nyampe...Ikut persaingan pelajar ketika duduk di SMP dan di SMA kebagian jadi tosser (pengumpan) terus...hehe.
Buku harian saya isinya gado-gado alias macam-macam. Di dalamnya pun ada daftar doa. Bukan doa Bapa Kami laksana doa umum umat nasrani, tetapi doa-doa yang sifatnya pribadi. Seperti saya pernah mencatat di dalam kitab harian itu, Ya Tuhan,saya inginkan masuk SMA negeri kalo saya tamat SMP. Ada pun saya mencatat curhatan hati saya mengenai kecintaan terhadap almarhum Papa yang ketika saya sekolah menengah, beliau telah dipanggil Tuhan. Ya Tuhan, Engkaulah yang menjadi Bapa dalam hidupku, you know what the best for me....
Saat SMA, kelaziman menulis di kitab harian tetap saya lakukan. Adanya perpustakaan wilayah di wilayah Kotaraja yang jaraknya berdampingan dengan sekolah saya di Abepura, menciptakan rumah kitab itu menjadi lokasi tinggal kedua dimana saya menghabiskan tidak sedikit waktu di sana sepulang sekolah.
Tidak melulu mencari sumber referensi dan ilmu guna persiapan ujian Ebtanas dan UMPTN (sekarang dinamakan Unas atau UAN/SMPTN)), namun di perpustakaan wilayah juga tidak sedikit majalah dan koran ibukota laksana Majalah Hai, Aneka, Mode, Intisarinya Kompas, Majalah Seri Donald Bebek dan Paman Gober, Koran Suara Pembaharuan dan Koran Cenderawasih Pos (grupnya Jawa Pos), majalah tempo dan bacaan unik lainnya.
Apa yang unik dari sumber bacaan itu, saya menyebutkan nya pada kitab harian kecil saya. Salah satunya kemauan untuk kuliah di universitas negeri di luar Papua. Termasuk satu dua puisi yang hanya iseng-iseng saya bikin dan mengirimkannya ke Harian Cendrawasih Pos. Tak dinyana, artikel puisi tersebut dimuat di edisi sabtu minggu. Orang rumah pun akhirnya tau, tergolong teman-teman di sekolah. Di pertengahan 90 an, rasanya senang sekali bila artikel kita dimuat di koran. Itu jadi cikal akan keinginan guna ikut jurnalistik sesudah kuliah.
Dan kesudahannya memang kesampaian. Ikut di majalah kampus di fakultas, mulai semester mula sampai tamat. Meski saya merasa, ngga bakat-bakat banget jadi wartawan. Iseng saja. Sembari kuliah dan memenuhi waktu luang di luar kuliah.
By the way, saya bersyukur, tidak sedikit pengalaman yang berharga, memahami dunia jurnalistik walau level kampus. Juga dunia percetakan,karena saat tersebut kami cetak majalahnya di harian familiar di Surabaya. Jadi bolak --balik Denpasar --Surabaya,beruntung teman-teman yang setim dan seangkatan memang pribumi jawa timuran. Belum lagi pelatihan, baik tingkat dasar maupun lanjut, yang diongkosi fakultas, saya bersyukur dapat menjalaninya.
Bagaimana Sekarang?
Bila ditanyakan apakah kini saya masih mencatat di kitab harian, laksana jaman sekolah dan jaman mula kuliah, sudah tentu jawabannnya tidak lagi. Beda jaman lain medianya. Namun kemana-kemana, saya tidak jarang kali bawa kitab kecil. Fungsinya tidak lagi sebagai diary, namun sebagai kitab pengingat bakal apa saja yang urgen yang mesti diselesaikan, khususnya job description yang bersangkutan dengan kantor.
Dulu untuk melimpahkan isi hati dan melimpahkan minat, kitab harian dapat jadi medianya. Namun sekarang, telah ada blog, tergolong blog kompasiana milik anda bersama. Apa saja dapat kita tuliskan, beragam kanal ada.
Selain melimpahkan lewat blog dalam format tulisan, beberapa orang mendengungkan isi hati dan emosinya lewat status. Kita bahkan dapat mengenal seseorang lewat kedudukan yang diunggah. Entah lewat kedudukan WA, tweet di twitter, facebook tergolong di you tube. Bahkan dari komentar pun, kita dapat membaca tipikal dan cara beranggapan seseorang, walau ukurannya tidak mutlak.
Renungan Pribadi
Dibanding menuangkan berbagai emosi yang berkecamuk di dalam jiwa dan benak via kedudukan di media sosial, saya lebih memilih untuk mengerjakan renungan pribadi. Renungan pribadi, atau seringkali dinamakan WPDSP alias Waktu Pribadi Dengan Sang Pencipta ialah meditasi enteng dimana saya menilik apa saja yang telah saya lewati sepanjang hari.
Biasanya akan hadir semacam kesadaran, penyadaran diri bahwa barangkali ada sesuatu yang salah baik lewat perkataan, sikap, perilaku yang melukai orang beda tua atau bahkan melukai diri sendiri. Kita dapat loh 'melukai' diri sendiri, misalkan santap tak terkontrol kesudahannya merasa bersalah terhadap diri sendiri. Bisa pun menggunakan duit pada sesuatu yang salah. Atau bergibah (gossip) ngga benar tentang orang beda atau menculik --curi masa-masa lihat sesuatu yang porno atau menyerempet ke perilaku immoral.
Saat WPDSP, akan hadir penyadaran. Hati nurani akan berkata bahwa terdapat sesuatu yang salah, yang butuh diberekan dari hidup saya , dari jiwa saya. Dengan menilik kebenaran dan firman dari Sang Pencipta, sesuai kepercayaan masing--masing, dengan media ibadah masing-masing, bakal timbul pemulihan di dalam diri.
Meditasi rohani ialah ibadah pribadi, dan masing-masing orang dapat melakukannya. Ambillah waktu paling tidak satu jam di masing-masing akhir hari,untuk berdoa, guna bersyukur dan guna mendapatkan kekuatan dan energy positif guna menghadapi hari berikutnya pada esok hari. Setiap hari rejekinya beda, kendala dan ujiannya pun berbeda. Hari ini kita lumayan sabar dan emosi terkontrol. Bagaimana dengan kelak dan hari-hari seterusnya. So...Mengapa anda tidak melakukannya bila hasilnya positif?